Menjembatani Asa Pendidikan: PMII FKIP UNEJ dan Rafi Sofyan Merenda Harapan di Tengah Kurikulum Merdeka dan Gelombang Digital



Redaction, Jember – Pendidikan Indonesia kini bagai hamparan sungai besar. Di satu tepi, mengalir harapan melalui Kurikulum Merdeka, yang menjanjikan kebebasan belajar dan ruang kreatif bagi peserta didik. Di tepi lain, deras arus digitalisasi menggerakkan zaman, menggiring dunia pendidikan menuju teknologi. Namun, di tengah aliran ini, ada batu besar bernama kesenjangan akses, yang menghalangi jutaan anak bangsa untuk menyeberang.


Di sinilah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat FKIP Universitas Jember mencoba membangun jembatan. Pada Selasa (26/8), mereka menggelar diskusi bertajuk 


“Masa Depan Pendidikan Indonesia: Antara Kurikulum Merdeka, Digitalisasi, dan Kesenjangan Akses” di ruang diskusi FKIP.


Diskusi ini dipantik oleh sosok muda yang telah lama berkiprah di dunia pendidikan: Rafi Sofyan. Ia bukan hanya kader PMII, tetapi juga Ketua Divisi Pendidikan dan Penelitian LBH Ansor BondowosoPenggerak Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Jawa Timur, dan Staff Millenials Komisi Nasional Pendidikan (Komnasdik).


“Perubahan ini adalah keniscayaan. Kurikulum Merdeka dan digitalisasi adalah peluang besar, tapi kita harus memastikan agar setiap anak punya jembatan menuju masa depan, bukan jurang yang menelan mimpi mereka,” ucap Rafi Sofyan, membuka diskusi dengan nada optimistis.


Forum ini mengupas tiga simpul persoalan utama:


Pertama, Kurikulum Merdeka yang Belum Sepenuhnya Memerdekakan.
Data Kemendikbudristek (2024) mencatat lebih dari 80% satuan pendidikan telah menerapkan Kurikulum Merdeka, namun survei Puslitjak mengungkap 56% guru merasa kesulitan memahami konsep pembelajaran berbasis proyek.


Kedua, Digitalisasi dan AI sebagai Pedang Bermata Dua.
Laporan APJII 2023 menunjukkan 210 juta pengguna internet di Indonesia, tetapi penetrasi teknologi pendidikan belum merata. Sementara itu, teknologi AI seperti ChatGPT memicu pertanyaan: apakah guru akan tergantikan, atau justru menemukan peran baru?


Ketiga, Kesenjangan Akses Pendidikan yang Kian Menganga.
Data BPS 2023 mencatat 12.548 sekolah di wilayah 3T belum memiliki akses internet layak, menjadikan mimpi digitalisasi hanya milik sebagian anak negeri.


Diskusi melahirkan tiga rekomendasi strategis:

  • Pelatihan intensif untuk guru agar Kurikulum Merdeka tak sekadar jargon.
  • Penguatan literasi digital bagi calon pendidik untuk bersaing di era AI.
  • Kolaborasi organisasi pemuda, perguruan tinggi, dan pemerintah untuk menjembatani ketimpangan akses teknologi.

“PMII FKIP UNEJ harus hadir sebagai jembatan yang menghubungkan idealisme dengan realitas. Pendidikan adalah hak semua, bukan sekadar slogan,” tutup Rafi Sofyan.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال